Rabu, 28 November 2012

Pendidikan Karakter Untuk Membangun Manusia Indonesia Yang Unggul




Ada sebagian kecil kalangan berpandangan bahwa Pemerintah kurang serius dalam membenahi sektor pendidikan. Sesuatu yang debatable karena dari berbagai sudut pandang dan dimensi, pemerintah sangat berkomitmen untuk meningkatkan taraf pendidikan. Mulai dari 20% anggaran khusus untuk pendidikan,  pembangunan bangunan sekolah-sekolah yang rusak, peningkatan taraf hidup dan kualitas guru dan lain-lain.
Pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa karena melalui pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Yang masih hangat dalam pikiran penulis, yang terlahir di era 70-an, di sekolah dasar kita dibekali pendidikan karakter  bangsa seperti  PMP dan PSPB sampai akhirnya diberikan bekal lanjutan model Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun dan mempertahankan  jati diri bangsa.  Sayang, pendidikan karakter di Indonesia perlu diberi perhatian lebih khusus karena selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan  kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang kaidah moral yang didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat ini semakin ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa pendidikan tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan diharapkan mampu menghadirkan generasi yang berkarakter kuat, karena manusia sesungguhnya dapat dididik , dan harus sejak dini. Meski manusia memiliki karakter bawaan, tidak berarti karakter itu tak dapat diubah. Perubahan karakter mengandaikan suatu perjuangan yang berat, suatu latihan yang terus-menerus untuk menghidupi nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar. Era keterbukaan informasi akibat globalisasi mempunyai faktor-faktor negatif antara lain mulai lunturnya nilai-nilai kebangsaan   yang dianggap sempit seperti patriotisme dan nasionalisme yangdianggap tidak cocok dengan nilai-nilai globalisasi dan universalisasi.
Kekhawatiran terhadap pembangunan karakter bangsa yang dimulai dari pendidikan usia dini menjadi perhatian khusus dari Presiden SBY. Dalam beberapa kesempatan Sidang Kabinet, Presiden dan Wakil Presiden mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian masyarakat dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain masih adanya isu dan tantangan sosial yang seharusnya dapat dipecahkan atas hasil kontribusi sektor pendidikan. Sebagai contoh, meskipun bangsa ini telah memiliki falsafah Pancasila dan ajaran agama, tetapi masih banyak terjadi aksi kekerasan antar komunal atau antar umat beragama.
Presiden dalam kunjungannya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Terbatas tanggal 31 Agustus 2012 yang membahas Program Strategis Pemerintah di bidang Pendidikan berharap perlu ada kontribusi yang dapat disumbangkan oleh sektor pendidikan untuk memperkuat toleransi, baik nilai sikap mental dan perilaku bagi bangsa yang majemuk untuk lebih baik lagi. Sikap toleransi harus dibangun, diajarkan, dan diperkuat kepada anak didik hingga tingkat wajib belajar 9 atau 12 tahun, sehingga diharapkan dapat membuahkan sesuatu yang baik. Wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan sebagai formative years, yaitu waktu untuk membentuk karakter, nilai, sikap, dan perilaku bagi perjalan kehidupan manusia. Jika pemerintah dapat mengajarkan sikap toleransi dengan metodologi yang tepat, maka hal ini akan melekat lama.
Tidak hanya dalam kesempatan di Sidang Kabinet, dalam beberapa acara antara lain National Summit  dan Peringatan Hari Ibu, Presiden SBY menekankan pentingnya nation character building . Kutipan pernyataan Presiden SBY adalah sebagai berikut:  “Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkannya.  Character building penting, sama dengan national development yang harus terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”.
Poin dari pernyataan di atas adalah pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, harus ada komitmen untuk menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian dari jati diri bangsa. Komitmen yang harus kita jalankan semua, mengacu kepada 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :
  1. Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik;
  2. Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;
  3. Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan;
  4. Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;
  5. Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,Negara dan tanah airnya.
(Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional  2011, Jumat 20Mei 2011)
Pendidikan bukan hanya membangun kecerdasan dan transfer of knowledge, tetapi juga harus mampu membangun karakter atau character building dan perilaku. Dengan hakekat pendidikan dan dibangun metodologi yang tepat, maka diharapkan dapat dibangun intellectual curiosity dan membangun common sense. Tidak bisa ditunda lagi, generasi penerus bangsa harus serius untuk dibekali pendidikan karakter agar dapat memenuhi 5 nilai manusia unggul di atas.

Sumber: http://www.setkab.go.id/artikel-5257-.html

Rabu, 31 Oktober 2012

Time To Change

change.jpg

Time To Change
Berhasil mengatasi masalah akan mengantarkan kita
pada posisi yang bagus untuk mengatasi masalah berikutnya.
Kesuksesan kita akan menjadi bekal yang sangat baik untuk mencapai kesuksesan2 berikutnya.
Orang yang kaya menjadi lebih kaya bukan karena
harta yang dimilikinya, namun karena arah yang
benar dalam usaha dan kehidupannya;
tindakan yang benar dalam langkah-langkahnya,
sehingga kesuksesan itu akan muncul ber-ulang2!
Kalau dalam kehidupan, kita melihat yang kaya makin kaya,
yang miskin makin miskin. Memang itu yang terjadi.
Sekarang lihatlah kehidupan kita. Apakah kita makin kaya
atau makin miskin? Jika kita makin miskin, maka segeralah berbalik arah.
Kita pasti melakukan kesalahan yang mungkin tidak kita sadari. Jika kita
tetap menjalani apa yang kita lakukan sekarang ini, maka kemungkinan
kita akan semakin terpuruk. Namun jika kita merasa makin kaya, maka
melangkahlah makin cepat. Berlarilah! Karena arah Kita sudah benar.
Jika kita cenderung mengalami kemerosotan
dalam taraf kehidupan, maka saatnya sekarang
berbalik arah! Ubah arah kita karena itu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kita telah melakukan kesalahan!
Sekaranglah saatnya KITA berubah! Kemalasan kita
ubah menjadi ketekunan. Kesombongan kita harus
diubah menjadi keramahan. Kesederhanaan kita dalam
berpikir harus kita ubah dengan kreativitas
yang genius. Kelalain Kita harus kita ubah dengan
kewaspadaan yang tajam. Waktu kita harus diisi
penuh dengan aktivitas, detik demi detik.
Pikiran negatif kita harus diubah dengan pikiran positif.
Apakah mudah? Jangan bertanya lagi! Begitu kita ingat
maka lakukan perubahan itu, terus menerus, hingga kita
tidak akan merasakan itu, dan kita sudah berbalik arah.
Ya, sekaranglah saatnya kita banting setir!
Rasakan perubahan itu. Bila kehidupan kita sudah
mulai membaik, maka semangati untuk melakukan lebih
kencang, bergerak lebih cepat, berpikir lebih taktis
dan lakukan terus hal-hal baik yang sudah membuat
kehidupan kita menuju arah yang benar.
Ingat! Orang yang kaya semakin kaya, bukan karena dia
memiliki harta lebih banyak, namun karena dia sudah
berada diarah yang benar. Kesuksesan yang dia capai
telah membuat efek domino untuk kesuksesan berikutnya!


Sumber : Efek Domino Kesuksesan
(disadur dari Buku: Time To Change Hari Subagya)